Hal.5
8. Friksi Konsep Kegiatan Seni
Friksi itu bukan hanya dalam menafsirkan arti seni tetapi juga kepada kegiatan seni seperti fine art, applied art, dekorative art. Antara “kriya (craft)” dengan “seni” dan kriya yang dianggap “seni” yang bisa bergeser-geser.
Friksi kriya menjadi seni kriya mudah di pahami, karena anggapan bahwa kriya itu mudah dan bisa dijadikan benda seni. Disini terjadi diskrepansi makna kriya. Yang seharusnya bukan lagi benda kriya tetapi benda seni. Misalnya seni patung miniatur yang dianggap seni kyiya, atau sebaliknya kriya yang dianggap seni kriya. Dalam sejarah perkembangan seni biasa material kerajinan menjadi material seni, tapi sikap dan cara memandangnya, dan proses berseni sama dengan proses seni murni yang mementingkan ekspresi dalam prosesnya. Misalnya teknik menenun yang dipakai untuk ekspresi lukisan dinding (tapestry).
Friksi konsep kegiatan seni juga kelihatan oleh Feldman (1976:114), dia melihat kriya sebagai friksi atau bergesernya seni sebagai hasil “kemahiran” / skill kepada dua arah yang berbeda (dan bisa bolak-balik). Skill yang satu menunjuk kepada seni, yang lain kepada kriya. Walaupun craft dianggap termasuk hasil skill, tetapi mengutamakan ketrampilan tangan dari pada tujuan pengungkapan (ekspresi) pada seni visual. Walaupun keduanya dapat dimasukkan ke dalam kategori “seni visual”, tetapi craft bukan bertujuan ekspresi.
Definisi ekspresi secara umum adalah:
“conveying of thoughts or feelings: the communication of thoughts or feelings, e.g. directly to another person or through a work of art”
Hal ini dapat dipahami, bahwa konsep ekspresi sebenarnya baru saja ditemukan pada spirit seni rupa abad ke 19, yang sifatnya individual, sebelumnya seni adalah produk dari budaya dan masyarakat berbagai belahan dunia yang bagi mereka belum memikirkan seni sebagai media ekspresi.
Contoh di bawah ini adalah sebuah bentuk friksi lain dalam kegiatan seni. Dimana terjadi pergeseran konsep menggambar kepada berekspresi. Perhatikan contoh konsep pembelajaran kriya yang dipakai sebagai tujuan pembelajaran di bawah ini. Pernyataannya adalah berikut ini.
“Mengeskpresikan diri melalui gambar dekoratif dan motif hias daerah setempat.” (lihat tabel di bawah)

Istilah yang tepat sebenarnya ”membuat gambar dekoratif dan motif hias daerah setempat”. Istilah “ekspresi diri ” mungkin kurang tepat dipakai penulis rancangan pembelajaran ini. Pertama, apa kriteria yang dipakai mengukur keberhasilan “berekspresi diri” dalam konteks menggambar dekorasi dan motif hias? Kedua, jika tujuannya adalah menggambar dekorasi daerah setempat, siswa seharusnya mempelajari ciri dekorasi, dan maknanya jika ada simbol di dalamnya, tetapi bukan dalam kontek eskpresi diri.
Apresiasi Seni
Friksi-friksi dalam buku siswa Seni Budaya edisi revisi (2014). Apresiasi = merasakan keindahan dan makna karya seni.
Melihat uraian di atas, timbul pertanyaan apakah contoh dan pengertian-pengertian di atas perlu diberikan sebelum kegiatan apresiasi di SMA/MA? Tentu saja hal ini tergantung arah kebijakan pembuat buku. Tetapi perlu pemahan terlebih dahulu apa makna itu dan merasakan itu. Menurut penulis istilah ini terlalu tinggi untuk anak SMA/MA/SMK, MAK, ini salah satu alasan bagi penulis untuk menyajikan tabel di bawah ini untuk memperlihatkan tidak perlunya memahami makna tanpa dilandasi pengetahuan teori dan filsafat, sebab makna seni itu pada pengetahuan seni di PT, digali dari pengetahuan teori filsafat. Lihat tabel berikut ini.
Jenis seni dan materialnya | Simbol | ||||
(pokok pikiran, dasar cerita) | Ide yang mendasari simbol umumnya dari peristiwa tragis | ||||
Ada, dari pokok soal dan elemen-elemen seperti warna dan bentuk dsb | Semua karya seni memiliki makna, karena mereka semua memiliki efek tetapi tergantung pilihan interpretasi). seluruh diskusi “makna dalam seni” adalah yang paling membingungkan sebuah kesalahan tidak terletak pada seni, tetapi dalam penggunaan kata- oleh kata manusia. Misteri yang tidak perlu, tak berujung, dapat dibuat dengan memakai kata-kata yang samar sebagai “makna” seolah-olah mereka sederhana, tetapi mudah, dan rentan terhadap satu interpretasi. | ||||
Ada, (Tidak selalu ada) kadang hanya cerita | Ada, misalnya cerita melambangkan kejahatan | ||||
Ada , interpretasi pengamat bebas. Musik umumnya tidak menggambarkan sesuatu kecuali dirinya sendiri (suara) | Tergantung pemusik (bebas), interpretasi pengamat bebas | Tergantung imajinasi pengamat, biasanya di dukung oleh tampilan visual bersamaaan dengan tampilan musik |
Istilah makna disini adalah interpretasi bebas, simbol juga sebuah makna (dalam bahasa indonesia). Jadi siswa cukup untuk memahami pokok soal dan pengetahuan simbol-simbol dalam seni. Sesuatu yang bermakna memang perlu di apresiasi. Warna merah dari bunga dapat dipelajari sebagai simbol sesuatu yang sedang mekar, perlu diketahui simbol adalah kesepakatan. Apa kesepakatan anak muda sekarang tentang warna merah pada lukisan bunga. Jadilah dia simbol. Hal ini di luar konteks apakah bunga itu masih bermakna sebagai lambang cinta di masa kini, yang interpretasinya bisa kemana-mana. Dan tidak perlu. Kalaupun diperlukan cukup sebatas makna denotatif dan konotatif, dan dijelaskan terlebih dahulu pengertian kata ini.
Apresiasi = kritik seni? Hal ini dipertanyakan karena mereka juga menjelaskan bahwa apresasi seni itu adalah dalam rangka kritik seni sebagai berikut ini.
“Kemampuan mengamati karya seni murni dan terapan dalam arti praksis adalah kemampuan dalam mengklassifikasi, mendeskripsi, menjelaskan, menganalisis, menafsirkan, mengevaluasi, serta menyimpulkan makna karya seni.” (hal.3)
Apresiasi = penghargaan
“The topic of art appreciation is vast: An Internet search of art appreciation yielded about 3,540,000 results. The complexity of the concept of art appreciation is itsoverlap with related concepts of aesthetic response, art history, art criticism, arteducation, aesthetic education, and art museum education. Appreciation is also affected by understandings of concepts of perception, sensibility, interpretation, taste, preference,and evaluation or judgment. Appreciation is meshed with beauty and beauty to aestheticexperience. In aesthetic philosophy as well as in daily living, concepts of beauty and appreciation are applied to nature, works of art, and a wide range of artifacts.”(Barrett,Terry.2007.Teaching Toward Appreciation,The Ohio State University.Published in International Handbook of Research of Arts Education. Liora Bresler, ed. New York: Springer, 2007, pages 639-654.
Namun (Barret, T, 2007). juga mengambil kesimpulan bahwa, “Apresiasi seni lazimnya dan seringkali secara eksplisit diklaim sebagai hasil yang diinginkan pendidikan seni“. Namun yang penting saat dia merumuskan definisi apresiasi adalah:
Appreciation entails valuing, positive or negative; it isdependent on acquired perception that requires initiation and practice, training one’ssensibilities, and learning how to apply apt vocabulary to distinguish aspects of what is being appreciated. Succinctly, appreciation requires knowledge.
Dan hal ini sejalan dengan jalan pikiran saya tentang pendidikan seni, tentang bahasa sebagai hal yang penting dalam apresiasi dan pendidikan seni, oleh karena itu membutuhkan pengetahuan.

Persepsi Ide. Dalam teori psikologi persepsi sebuah persepsi dapat merangsang timbulnya ide-ide baru. Pembelajaran kritik seni penting sebagai pasangan dari berkarya seni, yaitu merangsang timbulnya kosa kata baru atau kosa kata lama dari bahasa visual yang diamati siswa ke bahasa verbal yang dikuasainya. IDE merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses kehidupan manusia. IDE yang cemerlang selalu dibutuhkan saat kita sedang mencari solusi dalam memecahkaan masalah. Apapun jenis kegiatan, pekerjaan, usaha manusia untuk kelangsungan hidupnya tidak pernah terlepas dengan istilah IDE. Konsep baru dalam pendidikan seni adalah: Problem solving, communication, innovation, and creativity.Sumber gambar. Karya mhs. Seni Rupa UNP. 2004-2005.
Buku-buku atau petunjuk yang datang dari pusat pendidikan di Indonesia seharusnya di buat hati-hati dan tidak sembarangan, Jangan hanya karena proyek yang menguntungkan segelintir orang yang jadi korban adalah anak didik dan juga guru-guru yang patuh terhadap petunjuk itu.
Penulis melihat apa yang diberikan kepada siswa dalam pelajaran seni ada peringkat dan tahapnya, misalnya harus sesuai dengan kebutuhannya kosa kata bahasa yang yang harus dikuasai siswa. Sebab jika bahasa dan konsep-konsep buku ini terlalu tinggi dan luas akan kurang dipahami siswa.
Inti dari uraian halaman ini adalah pemakaian bahasa, kosa kata dalam praktik seni maupun persepsi seni (apresiasi Seni). Peran orang bahasa penting dalam menentukan peringkat kesulitan bahasa konsep, dalam memahami dunia materi.Terutama dalam apresiasi dan kritik seni, kebanyakan orang mudah berkarya, tetapi sulit untuk menerangkannya. Bukan saja peran orang bahasa, tetapi juga pakar seni yang memahami ilmu seni yang benar dan tidak keliru dalam menjelaskan sesuatu.
Dalam pandangan budaya Timur, misalnya negara penganut Islam kadang-kadang antara konsep ‘craft’ dan “arts” tidak dipisahkan secara tegas, produk kriya dapat diapresiasi sebagai karya estetik. Dalam karya seni rupa Islam misalnya, ‘khat’ atau kaligrafi dianggap setara kedudukannya dengan “fine art” Barat (Gazalba,Sidi,1977)
Sumber