Teori tentang filsafat dan Sejarah Pendidikan Seni (History of Art Education & Theory)
Sejarah, teori, konsep dan filsafat sebenarnya sangat erat pertaliannya, jika kita membahas sejarah maka terdapat teori di dalamnya, sekaligus konsep-konsep dan filosofi yang melatarbelakangnya, misalnya konsep-konsep dan teori pendidikan seni.
Menurut cerita, sejak jaman Yunani kuno dan Eropah sampai abad Pertengahan (abad ke-15) sebenarnya pendidikan seni sudah dikenal masyarakat yaitu melalui perekrutan calon-calon pekerja seni di tempat pelatihannya.
Tradisi pendidikan seni di jaman Yunani kuno sampai abad Pertengahan itu meliputi: sistem pendidikan “pewarisan, pencantrikan, magang dan sanggar” yang oleh pakar pendidikan disebut sebagai “pendidikan profesi” (di luar sekolah umum). Yang terjadi di Eropah ini juga terjadi di Indonesia dalam versi yang mungkin berlainan.
1.Pendidikan Seni untuk Ketrampilan dan Profesi
a. Sistem Pewarisan (Parental Sucsesion/ Penggantian Orang Tua)
Pendidikan seni dikenalkan dengan cara mengalihkan keterampilan ketukangan (crafmanship), misalnya oleh orang tua atau anggota keluarga yang trampil kepada anak dengan cara pewarisan. Cara pewarisan ini bagi orang tua merupakan kebanggaan, meskipun ada pemaksaan. Namun bagi lingkungan masyarakat tertentu cara ini dianggap penting. Cara seperti ini masih ada sampai sekarang, misalnya tukang emas atau perak, di daerah “Guguak”, IV Koto, di Bukittinggi Sumatera Barat, menyimpan rahasia kepandaian (pandai emas) ini hanya untuk anak-anak dan keturunannya yang terpilih (sumber: penelitian penulis). Tukang emas atau “toko Emas)” yang ada di sumatera Barat sekitar abad ke 19 umumnya berasal dari desa ‘Guguak” ini. Walaupun sekarang, kepandaian ini sudah menyebar ke tempat lain. (sumber: penelitian penulis).
Catatan penulis: Istilah seni pada bagian pertama ini dapat ditafsirkan sebagai bukan pengertian seni yang kita kenali sekarang. Bahwa sebutan “seni” — dalam sejarahnya– juga mengalami friksi. Pada awalnya, membuat seni bisa saja membuat sesuatu benda yang bersifat artistik. Penjelasan mengenai hal ini sangat kompleks, dan memerlukan pembahasan tersendiri.
b. Sistem Magang, Pencantrikan, Clerk, Volunteer, Overripe (apprentice)
Apprentice (bhs. Inggris) “aprendre” (Bhs.
Perancis kuno), berasal dari bahasa Latin apprehendere,
(abad ke 14), artinya “belajar”. Sedangkan “apprenticeship” adalah sistem
pembelajaran melalui magang. Apprenticeship artinya adalah: to
give somebody work as an apprentice to a skilled professional.
Pada awalnya, konsep pendidikan ini sebenarnya perluasan
dari konsep sistem pewarisan, kemudian berkembang kepada sistem “magang” yang
kita kenal sekarang. Di Abad Pertengahan di Eropah misalnya muncul serikat gilda
(gilde) kerajinan (craft guilds) yang
di kontrol oleh dewan kota. Yaitu (perdagangan dengan ketrampilan sejenis) gunanya
untuk menjaga kualitas kepandaian ini dengan ketat melalui organisasi gilda (guilds). Artinya mendidik orang agar
menjadi profesional. Jadi menurut
cerita, ada craft guild patung, lukis
dan tukang tenun woll, tukang sepatu dan sebagainya. Yang dapat diakui (di
syahkan) oleh “dewan kota” adalah yang sudah dianggap “master”(profesional), master ini yang kemudian
memilih dan mendidik calon-calon master baru dengan gelar atau tingkatan
tertentu melalui pendidikan yang disebut apprenticeship.
Dalam Wikipedia disebutkan cara pendidikan “kuno” ini masih ada sampai sekarang
di Eropah, di Indonesia sekarang dikenal dengan nama “magang”. Dahulu
kepandaian ini tidak hanya terbatas pekerjaan pria tetapi juga wanita seperti
tukang jahit, tukang roti dan sebagainya, sebagaimana yang dicatat oleh
Encyclopaedia:
Apprenticeship, system of learning the skills of a craft or trade from experts in the field by working with them for a set period of time. The apprenticeship system was used extensively by the craft guilds in the Middle Ages. It continued to be important in learning a trade until the Industrial Revolution in the 18th century, after which it was largely replaced by the factory system.
Sebagai contoh misalnya
Vincent Willem van Gogh lahir
tanggal 30 Maret 1853, di Zundert,
propinsi Brabant di Belanda, yang
dianggap seniman yang lahir dari sistem aprentis. Dia anak paling tua, dari keluarga Protestan. Pada umur 16 tahun Van
Gogh magang di dealer seni rupa di Hague, dan bekerja disana beberapa lamanya,
kemudian di London dan Paris selama tahun-tahun 1876.
c. Sistem Sanggar, Studio dan Atelier
Di Eropah sistem sanggar berkembang setelah adanya kebebasan seniman berkarya di luar kontrol gereja dan dewan kota. Sanggar sebenarnya label Indonesia, yaitu terjemahan tidak langsung dari kata “studio” dan atau “atelier”, yaitu “tempat seniman bekerja”. Di Perancis “Atelier”(Bhs.Perancis) adalah tempat kerja tukang kayu (workshop), tetapi pengertiannya sama yaitu tempat kerja para tukang atau seniman. Melalui sanggar, studio dan atelier, seorang dapat belajar kepada pemiliknya atau menjadi anak buah di studio sambil belajar.
Di Indonesia sanggar-sanggar seni berkembang terutama di kota-kota di awal zaman kemerdekaan, terututama di kota Yogyakarta, Jakarta dan juga di Sumatera.
Tradisi sistem pendidikan seni profesional cenderung dapat dimaknai sebagai pendidikan keterampilan yaitu jenis keterampilan motorik. Mereka memperoleh keterampilan melalui belajar untuk bekal “hidup”. Misalnya seorang dapat belajar dalam sanggar, yang oleh orang pendidikan disebut memperoleh keterampilan “vokasional” yang dapat digunakan untuk mencari nafkah.
2. Pendidikan Seni di Sekolah Umum (Non Profesi)

John Lock (1632-1704), sumber:
Microsoft ® Encarta ® 2009. © 1993-2008 Microsoft Corporation. All rights reserved.
a. Awal pendidikan formal: Pendidikan Ketrampilan, Seni untuk Kepentingan Kerajaan, Pemerintah, Agama, dan Lembaga
Menurut Gutek (2009), sekolah umum memiliki sejarah yang panjang, jika diteliti tentang sejarah pendidikan maka akan terlihat pendidikan yang diselenggarakan masyarakat itu sebagai berikut:
(1) Pendidikan masyarakat masa “pratulis” atau prasejarah.
(2) Pendidikan di Afrika dan Asia Kuno, seperti pendidikan Hinduisme di India dan konfusius serta Taoisme, di Cina.
(3) Pendidikan di Yunani Kuno oleh kaum Sophisme (400 SM), yang melahirkan liberal arts, pendidikan Sokrates, pendidikan Plato (387 SM) yang melahirkan sekolah di kota Athena yang disebut “Academy” yang pembelajarannya berlangsung di alam terbuka. Kemudian sekolah Aristoteles (335 SM). Plato dan Aristoteles dengan giat menganjurkan pengajaran musik dan gimnastik dalam kaitannya dengan pembentukan manusia Yunani yang ideal. Mereka tidak mendukung pendidikan gimnastik dan musik bagi murid untuk menjadikan sang murid sebagai tenaga profesional. Kemudian metoda pendidikan Isokrates (abad 4 M).
Catatan Salam (2012) sebagai berikut.
Bagi bangsa Yunani pada zaman Klasik, seni rupa memiliki kedudukan yang lebih rendah dibanding dengan musik dan puisi. Hal ini disebabkan karena profesi sebagai pelukis, pematung, arsitek, atau pengrajin kurang bergengsi dan dianggap tidak selayaknya menjadi profesi para kaum bangsawan. Profesi sebagai pelukis, pematung, atau pengrajin pada umumnya diturunkan dari ayah ke anak atau melalui kegiatan pemagangan di sanggar. Meskipun demikian, diperoleh informasi bahwa pendidikan seni rupa dalam bentuk menggambar diberikan di sekolah umum tingkat dasar. Disebutkan bahwa di Sicyon, Peloponesus, pada pertengahan abad ke-4 SM, di sekolah dasar yang hanya diikuti oleh murid laki-laki, diberikan pelajaran menggambar dengan obyek figur manusia (Hubbard 5)
(4) Pendidikan di Romawi Kuno yang menekankan aspek pendidikan untuk perang, penaklukan, politik, dan administrasi.
(5) Pendidikan orang Yahudi kuno.
(6) Pendidikan di abad Pertengahan yang diprakarsai oleh Gereja Katolik Roma (agama Kristen), pada sekolah ini mulai muncul sekolah untuk pendeta, untuk kaum biarawan mulai tingkat dasar sampai tinggi. Pada masa ini juga muncul yang disebut sekolah aprentis dengan gildanya (lihat uraian di atas).
(7) Sekolah Arabian, sekitar abad ke 10-dan ke 11, pendidikan yang bersifat Arab ikut mempengaruhi Eropah melalui sekolah Arab di Utara Afrika dan Spanyol. Seperti yang di catat oleh Gutek (2009):
“Western educators learned new ways of thinking about mathematics, natural science, medicine, and philosophy. The Arabic number system was especially important, and became the foundation of Western arithmetic. Arab scholars also preserved and translated into Arabic the works of such influential Greek scholars as Aristotle, Euclid, Galen, and Ptolemy. Because many of these works had disappeared from Europe by the Middle Ages, they might have been lost forever if Arab scholars such as Avicenna and Averroës had not preserved them. Sumber:Bahan ini diperoleh dari tulisan Gerald L. Gutek, B.A., M.A, P.hd., Profesor Departemen Education, Loyola University, Chicago, penulis dari “Pengalaman Sejarah Pendidikan Barat”, dan buku lainnya
(8) Pada abad ke-11, muncul sekolah skolastik yang dipengaruhi oleh filsafat Bible, sekolah skolastik ini mencapai puncaknya pada ajaran-ajaran Saint Thomas Aquinas, tentang “kepercayaan, cinta dan belajar” yang juga diajarkan pada University of Paris.
(9) Pendidikan di zaman “renaisan” atau “rebirth”, sesuai dengan artinya “kelahiran kembali”, adalah penolakan kaum humanis terhadap dogma gereja. Tokoh-tokoh penting pemikir humanis renaisan diantaranya adalah Dante Aleghieri, Petrarch, dan Giovanni Boccaccio, kemudian tokoh Desiderius Erasmus dari Belanda. Materi pelajaran utama pada saat itu adalah archaeology, astronomy, mythology, history, dan Scripture (Injil). Pada saat itu juga terbuka peluang untuk sekolah kaum wanita untuk mempelajaanri art, music, needlework (menjahit), dancing, dan poetry, yang dianggap cocok untuk kaum wanita.
(10) Pendidikan di era Reformasi Protestan, adalah akibat penolakan terhadap ajaran Kristen, Katolik Roma, kemudian disebut agama Protestan, penganjurnya adalah John Calvin, Martin Luther, dan Huldreich Zwingli. Pendidikan diutamakan kepada ajaran baru ini disamping pendidikan berbasis vernacular (bahasa daerah) primary schools dengan penekanan kepada reading, writing, arithmetic, dan agama Protestan untuk anak-anak dengan dasar bahasa mereka sendiri.
(11) Pendidikan di abad ke-17, umumnya dipengaruhi oleh pemikir-pemikir seperti Jan Komensky dari Moravia, kemudian filsuf Inggris John Locke.
(12) Di zaman Pencerahan atau “Enlightenment”, di abad ke-18, zaman ini juga disebut dengan zaman Age of Reason (Era Akal Sehat), secara tidak lagsung juga dipengaruhi oleh revolusi Amerika, yang tidak terlepas dari pemikir Benjamin Franklin yang mengembangkan azas-azas nilai pendidikan utilitarian (kemanfaatan, keberfungsian) dan scientific di sekolah-sekolah Amerika. Kemudian juga Thomas Jefferson untuk menyebar luaskan paham “civic education” (pendidikan bagi umum” dan citizens (warganegara) untuk tujuan bangsa yang bersifat demokratis.
(13) Pendidikan modern berakar di abad ke 19, melalui pemikiran pendidik orang Swiss Johann Heinrich Pestalozzi, yang terinspirasi oleh pemikiran filsuf Perancis French Jean Jacques Rousseau, dia mengembangkan pendidikan yang berbasis dunia alami anak-anak. (lihat uraian selanjutnya).
Menurut cerita, pemrakarsa pendirian lembaga Akademi Seni secara formal diawali oleh kerajaan (raja) dan pimpinan agama (gereja).
Dalam hal ini raja dan pimpinan agama selaku pelindung terpanggil untuk bertanggungjawab dalam hal pengelolaan seni untuk kepentingan gereja dan juga untuk kepentingan kemegahan istana kerajaan. Namun, peran raja dan pimpinan agama akhirnya semakin lama berangsur-angsur berkurang dan hilang seiring dengan perjalanan sejarah.
Menurut
(Murray,& Murray, 1976)
sejak abad ke-13 di mulai Italia didirikan lembaga
pendidikan seni dengan sistem baru yang disebut Akademi Seni. Sebagai contoh di
Italia dikenal dengan nama Accademia di San Luca yang sudah lama berdiri, yaitu sejak tahun 1593. Di
Perancis Royal Academy of Painting and
Sculpture, yang mengikuti pola di Italia, dan dibangun tahun 1648. Di
Inggris Royal Academy of Arts, yang mulai di London tahun 1768. Pendirian
lembaga baru ini kemudian diikuti oleh negara-negara Eropa dan negara lainnya. Sumber: Murray,Peter & Murray,Linda.1976. Dictionary of Art & Artist. New York : Penguin Books. Sekolah dan training musik mulai dibangun lewat sebuah
konservatori di Paris tahun 1795.
Berbagai konservatori mulai dibangun di Eropah dan Amerika sesudahnya. Kemudian
mereka bergabung dengan sistem Univesitas. Sekolah Tari moderen pertama dibangun di
Royal Academy of Dance, yang
disponsori oleh King Louis XIV 1661 di Paris. Melaluinya dan beberapa sekolah
Perancis lainnya, Paris kemudian menjadi pusat pendidikan dan latihan balet.
Training bidang
teater pada abad ke 20 masih mirip dengan sistem aprentis. Aktor muda bekerja
di teater sambil belajar ketrampilan dan pertunjukan drama. Sekarang terdapat
dua bentuk utama, tipe sekolah drama. Beberapa diantaranya mirip dengan Studio
Aktor di New York City dan di Royal Academy of Dramatic Art di London, pelajarannya melulu akting. Yang lain misalnya seperti Yale School of Drama, bengkel atau workshops
drama ini bergabung pada universitas dan college (Murray,& Murray, 1976)
Pada abad ke-14—15, yang disebut zaman Renaisan dengan “gerakan humanismenya”, seni bukan lagi monopoli urusan kerajaan dan agama (gereja), melainkan milik semua orang yang mampu bergiat dan memiliki. Semenjak itulah seni juga bagian dari kegiatan orang-orang yang awan dan tidak terkait lagi dengan ikatan kerajaan atau agama. Perkembangan selanjutnya, mendorong adanya kesempatan kebebasan seniman untuk melahirkan karya seni yang terbebas dari ikatan raja dan gereja dan bersifat individu. Kegiatan seni akhirnya tidak terbatas pada kelompok sosial elit ini dan menyatu dengan kehidupan sehari-hari orang awam.
Ingres, adalah contoh
seniman yang lahir dari sistem pendidikan akademis. Nama aslinya Jean-Auguste-Dominique Ingres, yang lahir
bulan 29 Agustus 1780, di Montauban, Perancis. Pendidikannya dimulai sejak usia
6 tahun di bawah pengaruh Revolusi Perancis. Pada usia 11 tahun, dia belajar di
Academy of Toulouse. Sejak usia 16
tahun, Ingres sudah bisa bergabung di orkestra dengan memainkan biola.
Dia tetap memainkan biola sepanjang hidupnya sebagai suatu hobbi. Tetapi pada
usia 17 tahun, dia mulai belajar melukis kepada Jacques-Louis David, sebagai
seorang pimpinan seni lukis neo-klassik pada saat itu. Beberapa lama sesudah
itu dia mulai berkarya dan sukses di Paris, khususnya di bidang seni lukis
potret.
Peran dan fungsi pendidikan seni dalam bentuk sekolah formal semakin berkembang sejak abad ke-17 sampai abad ke-19 (lihat uraian sebelumnya). Ketika ini, lahir tokoh-tokoh ahli pendidikan seni antara lain J. A. Comesius (1652-1770), John Lock (1632-1704) [2] , J. J. Rousseau (1712-1778) [3], J.H Pestalozzi (1746-1827) yang memberi penguatan pentingnya pendidikan seni dimasukkan dalam mata pelajaran di sekolah.
[2] John Locke (1632-1704), filsuf Inggris, yang mendirikan sekolah empirisme.
Salah satu pemikir Pencerahan paling berpengaruh, filsuf Perancis Jean Jacques
[3] Rousseau berpendapat bahwa kebebasan individu lebih penting daripada lembaga negara. Tulisan-tulisan politiknya membantu mengilhami Revolusi Perancis (1789-1799). Ia juga menulis fasih tentang pendidikan, dengan alasan bahwa anak-anak belajar terbaik dengan berinteraksi secara bebas dengan lingkungannya. Pemikirannya tentang pendidikan, diantisipasi oleh reformasi sekolah abad ke-20
b. Pendidikan Ketrampilan
Pada awalnya pendidikan seni dimasukkan di sekolah dengan sebutan mata pelajaran “menggambar” oleh seorang tokoh penting J. A. Pestalozzi (Johann Heinrich Pestalozzi, 1746-1827) yang juga mendukung konsep “rasionalisme” yaitu konsep pendidikan di jaman renaisan.

Gambar Johann Heinrich Pestalozzi pendidik orang Swiss, yang secara luas dianggap sebagai pelopor pendidikan anak usia dini. sumber: Microsoft ® Encarta ® 2009. © 1993-2008 Microsoft Corporation. All rights reserved. Lukisan ini di duga dibuat dengan teknik etsa (eching).
Menurut Pestalozzi melalui kegiatan menggambar, anak-anak dapat mengembangkan kemampuan pengamatannya menjadi kritis dan tajam. Kemampuan ini dianggap penting bagi pengembangan penalaran, sains dan teknologi. Konsep pendekatan rasionalitas (kerasionalan) ini telah berkembang di masyarakat berbagai negara dan banyak diikuti oleh kalangan pendidik.
Filosofi Pestalozzi, pertama kali yang mengusulkan dalam pengajarannya pada tahun 1770-an — yang didasarkan pada prinsip — bahwa anak-anak harus tumbuh secara baik dan alami , pendidikan harus menjamin bawaan anak. Pestalozzi mendirikan beberapa sekolah untuk anak-anak miskin dan yatim piatu di Swiss.
d. Teori tentang Pengalaman estetik (Aesthetics Experience Theory)
Untuk pertamakalinya, John Dewey, (1859-1952) dalam bukunya Art As Experience (1934: 22) mengatakan bahwa pengalaman estetik menggambarkan sejenis pengalaman yang spesial karena terjadinya sentuhan dengan gejala keindahan yang ditentukan oleh pengetahuan, pengalaman, cita rasa dan konteks budaya. Bahkan etika-estetik itu penting, karena semua manusia dapat menghargai yang baik dan menarik .

John Dewey secara signifikan mempengaruhi pendidikan Amerika. Dia adalah seorang psikolog pendidikan, filsuf, dan aktivis politik yang adalah advokasi yang memusatkan perhatian untuk sistem instruksi pembelajaran anak-anak. Dia percaya bahwa pembelajaran harus melibatkan dan memperluas pengalaman peserta didik. Dia mendorong pendidik untuk merefleksikan strategi dan membuat kegiatan yang terkait dengan hal-hal yang konkret dan praktis untuk kehidupan mereka masa yang akan datang.Sumber: Microsoft ® Encarta ® 2009. © 1993-2008.
Catatan penulis:
Rumusan ini kemudian mempengaruhi praktisi dalam berbagai bidang untuk terapannya di bidang seni, seni lukis, dan berbagai bidang desain, sebagai contoh ukuran buku dan kertas seperti kuarto, folio, atau A1, A2, A3 dan A4, dst, sekarang adalah terapan teori estetika Fibonacci)
Konsep pengalaman estetik juga mempengaruhi penyair dan kritikus seni patung Inggris Herbert Edward Read (1893-1968) dan merumuskan bahwa “seni” adalah segala sesuatu bentuk-bentuk“yang menyenangkan”.
Jika Clive Bell melihat dari segi objektifitas kebendaan, Susanne K. Langer (1895-1985), melihat seni itu bukan semata lahir dari objektifitas estetik, tetapi hal-hal yang ada dibalik objektifitas estetik itu, yaitu sebagai keinginan untuk melambangkan sesuatu, maka lahir teori bahwa seni disamping estetik juga simbolik (teori simbolisme dalam seni). Dan apa yang simbolik itu juga berkaitan dengan emosi dan perasaan. Misalnya, Susanne K. Langer (1895-1985), dan Goodman (dalam Smith and Smith, 1981: 91) bahwa pengalaman estetik mencakup pengalaman kognitif maupun pengalaman rasa yang melibatkan kemampuan berpikir logis, kepekaan rasa, dan peran aktif dari emosi.
e. Pengaruh Teori Psikologi analisa Feud
Pengaruh Teori Psikologi analisa Feud, ternyata juga merambat ke bidang pendidikan seni, memunculkan konsep baru dalam pendidikan seni. Dalam konsep ini, karya seni bukan lagi semata-mata hasil tiruan alam yang memiliki keindahan obyektif, melainkan merupakan wadah ungkapan pengalaman batin seniman. Bertolak dari konsep ini orang mulai mengkaitkan kegiatan seni sebagai sarana pengalaman batin sebagaimana seniman.
Pembaharuan konsep ini terjadi diberbagai negara dengan tokoh-tokohnya antara lain Van Prang, E.Cooke, G. Hirth, G. Kerschensteiner (1854-1932), Victor lowenfeld (1903–1960) , Wickizer dan sebagainya.
f. Munculnya Teori Ekspresi (Art Expression)
Munculnya teori seni untuk berekspresi adalah pengaruh tidak langsung dari teori Freud. Hal ini menyokong kepada pandangan pakar pendidikan bahwa berekspresi merupakan kebutuhan manusia dalam mengkomunikasikan perasaan kepada pihak lain.
Setelah ini muncul teori-teori lain yang berkembang dalam dunia pendidikan seni, hal ini bukan saja dipengaruhi oleh perkembangan teori ketrampilan seni tetapi oleh perkembangan teori kependidikan dan pembelajaran, yaitu tentang tujuan pembelajaran seni dan pendidikan pengalaman estetik.
Ekspresi merupakan pernyataan kejiwaan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dalam mencari kepuasan. Ekpresi juga merupakan kebutuhan manusia dalam mengkomunikasikan isi hatinya kepada pihak lain. Berekspresi dalam seni berarti menuangkan isi hati dengan menggunakan sarana gambar, gerak, nada suara atau kata.
Teori-teori psikologi yang dipakai sekarang ini (baik oleh bidang pendidikan, seni dan lainnya) banyak mendapat kritikan, misalnya Oleh Ken Wilber (1949-..) [4] yang dalam khazanah psikologi di Indonesia memang belum sepopuler Freud, Jung, Maslow, Pavlov, Skinner dan tokoh-tokoh besar psikologi lainnya. Namun buah pemikirannya teramat penting untuk dicermati dan dikaji. Wilber mengkritik Freud yang terlalu melihat manusia sebagai mahkluk pesakitan yang kehilangan kebebasannya karena dikuasai oleh impuls-impuls bawah sadarnya. Dia juga mengkritik Pavlov, dan Skinner, pendiri behaviorisme, yang telah menjatuhkan martabat manusia karena disamakan dengan binatang yang hanya bereaksi ketika stimulus diberikan.
Ada tulisan yang menarik tentang aplikasi teori ekspresi ini yang kebetulan terjadi di Yogya, di awal kemerdekaan, tulisan ini di tulis oleh Jim Supangkat & Sanento Yuliman, dalam buku G. Sidharta di tengah Seni Rupa Indonesia, terbitan Gramedia, tahun 1982 halaman 14, sebagai berikut ini.
“Janggal campur kagum, Sidharta memperhatikan gurunya melukis. Hendra Gunawan sang guru memang teatral bila bekerja: berteriak, mengamuk, lalu menghujamkan catnya ke kanvas. Memang corak inilah yang melanda dunia seni lukis saat itu. Gaya yang percaya pada “greget” (ekspresi/ jiwa yang nampak) dalam melukis”.
f. Menggapai Tujuan Pendidikan Melalui Seni: Herberd Read (“Education Through Art” )
Dapat dikatakan konsep-konsep dan filosofi Dewey menjadi poros dari teori tentang seni dalam pendidikan, walaupun dia juga memberi andil untuk mengarah seni sebagai alat pendidikan. Namun yang mengarahkan seni untuk kepentingan pendidikan secara nyata adalah Herbert Read (1893-1968) dalam bukunya “Education Through Art” secara fisiologis mengatakan, bahwa seni dapat dipakai sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Konsep ini menjadi populer diberbagai negara. Diantara pemikiran yang muncul dari tulisan Read ini adalah:
Seni Sebagai Alat Pendidikan
Read (1978), mengatakan bahwa pendidikan seni berfungsi sebagai alat pendidikan, yaitu dapat mengembangkan kepribadian pebelajar secara utuh mencakup potensi fisik, mental pribadi, dan sosial anak didik secara umum seperti halnya pada mata pelajaran lain melalui program pengajaran seni.
Pengembangan potensi tersebut diperoleh sebagai akibat dari terlatihnya pebelajar dalam kegiatan mengungkapkan pengalaman batin (estetik) secara jujur (pribadi), unik, baru, serta pengalaman pengakraban, mempersepsi, menganalis, menginterpretasi, menilai dan menghargai objek estetik atau karya seni.
Perolehan hasil kegiatan berupa terkoordinasinya kepekaan gerak motorik (skill) dengan keseluruhan indera, sikap keberanian mengemukakan pendapat, kemampuan berpikir secara integral, bekerjasama, berkesetiakawanan sosial, bertoleransi, penghargaan, demokratis, beradap, mampu hidup rukun dalam masyarakat dan budaya yang majemuk serta dampak-dampak yang lainnya di luar seni itu sendiri.
g. Teori Stimuli -Respon dan Sensasi Haptic Thomas Munro dan Lowenfeld
Pengaruh Dewey cukup luas, diantaranya Thomas Munro (1897-1974), juga dipengaruhi oleh pemikiran Dewey ini, kemudian menelusuri lebih dalam tentang estetika ini di berbagai produk budaya Barat dan Timur dan juga menghubungkannya dengan aspek psikologi serta pendidikan manusia. Misalnya pendapat tentang estetika adalah suatu proses psikologis dan atau respon manusia terhadap stimuli objek [5]–-terutama melalui sensasi persepsi oleh indera manusia kemudian bermuara kepada “interpretasi” seperti asosiasi, pemahaman, imajinasi dan emosi. Karya Munro, dapat dilihat dalam bukunya The Arts and their Interrelations. New York: Liberal Arts Press, 1949; dan beberapa esei yang ditulisnya Art Education: Its Philosophy and Psychology; Selected Essays. New York: Liberal Arts Press, 1956.[6]
Kemudian Victor lowenfeld (1903–1960), terkenal dengan teori Visual-Haptic dalam Pendidikan Seni yang diasimilasikan dari sumber Wina. Dia selalu menganggap pengajaran yang baik sebagai sebuah dialogis.Viktor Lowenfeld (1903-1960) adalah seorang profesor kelahiran Austria, pengajar seni di Pennsylvania State University, AS. Dengan bukunya yang terkenal: Genesis of Sculpturing, 1932; Sculptures by the Blind, 1934; The Nature of Creativity, 1938; Creative and Mental Growth, 1947; dan Your Child and his Art (1947).
Konsep tahapan seni anak Lowenfeld ini diambil dan didasari oleh dua sumber. Salah satunya adalah sekolah psikologi psikoanalisis di mana telah dibuktikan adanya pertumbuhan estetika, sosial, fisik, intelektual, dan emosional tercermin dalam seni anak-anak. Yang kedua adalah konsep tahap pertumbuhan anak dalam seni, yang berasal dari sumber-sumber Jerman dan Austria (Wina). Tahapan terdiri dari (1) masa coretan bebas, corengan terkontrol, 2-4 tahun; (2) pra skema: 4-6 tahun; (3) skema: tujuh sampai sembilan tahun; (4) usia awal realisme, geng: 9-11 tahun; (5) realisme semu/ usia penalaran: 11-13 tahun; dan (6) periode kepastian/ krisis remaja: empat belas tahun dan lebih tua. Lowenfeld tidak mengklaim tahapan ini asli temuannya namun diperoleh dari sumber-sumber sebelumnya.
Konsep-konsep Lowenfeld bukan tanpa kritik. D’Amico misalnya merasa bahwa pendidikan seni Lowenfeld terlalu over-psikologis dan hal ini mendorong banyak orang untuk mengejar penelitian psikologis daripada memperdalam kekuatan kreativitas anak. Selain itu, dengan terjadinya gerakan reformasi kurikulum yang didorong oleh pencapaian ruang angkasa Soviet, seperti peluncuran Sputnik pada tahun 1957, Amerika mulai mementingkan bentuk disiplin studi yang berorientasi penelitian dan mulai menantang gagasan Lowenfeld tentang kreativitas sebagai tujuan utama pendidikan seni.[7]
Catatan Kaki:[5] Etika Aesthetic mengacu pada gagasan bahwa perilaku manusia dan perilaku seharusnya diatur oleh apa yang dianggap menarik dan cantik. John Dewey telah menunjukkan bahwa perpaduan antara estetika dan etika sebenarnya tercermin dalam pemahaman kita tentang perilaku yang “adil” – kata yang bermakna ganda yang menarik dan dapat diterima secara moral. Baru-baru ini, James Page telah menyarankan bahwa etika estetika dapat dipakai membentuk pemikiran dan filosofis untuk pendidikan perdamaian. [6]Thomas Munro (1897, Omaha, Nebraska – 14 Agustus 1974, Sarasota, Florida) adalah seorang filsuf Amerika seni dan profesor sejarah seni di Western Reserve University. Ia menjabat sebagai Kurator Pendidikan untuk Cleveland Museum of Art selama 36 tahun (1931-1967). Ia dididik di Amherst College (BA 1916) dan Columbia University (MA 1917), di mana ia dipengaruhi oleh filsuf dan pendidik John Dewey. Munro menjabat sebagai sersan untuk layanan psikologis dari Army Medical Corps sebelum kembali ke Columbia untuk mendapatkan gelar Ph.D.-nya[7]Tentang D’Amico ini lihat di http: //pocketknowledge.tc.columbia.edu/home.php/browse/29265)h.Teori Pendidikan, Pembelajaran dan evaluasi seni oleh Eisner
W. Eisner ( 1933 -2014), telah membuat
kontribusi yang signifikan terhadap apresiasi orang terhadap proses pendidikan.
Ia terutama dikenal karena karyanya dalam pendidikan seni, studi kurikulum, dan
evaluasi pendidikan.
Pendidikan dan Seni di Universitas Stanford. Secara luas dianggap sebagai
teoritikus terkemuka pendidikan seni dan estetika di Amerika Serikat, ia telah
memenangkan pengakuan luas untuk karyanya baik dan luar negeri. Semasa hidupnya
dia adalah Presiden National Art
Education Association di Amerika, Masyarakat Internasional untuk Pendidikan
Melalui Seni
banyak mengarang buku antara lain: The Educational Imagination (1979,
1985, 1994) – an exploration of the design and evaluation of
curriculum programmes); The Art of Educational Evaluation (1985) – a
collection of essays covering key aspects of his earlier work; Cognition and
Curriculum (1994) – an examination of the mind and representation); and The
Enlightened Eye (1991, 1998) – the extension of his thinking to qualitative
research into education). He also made an important contribution to the school
reform debate in North America especially through his book, The Kind of
Schools We Need (1998).
Bagi Eisner (1972: 58) keunikan fungsi pendidikan seni dalam orientasi pengajaran seni dapat dipetakan dalam sebuah hubungan triadik, yaitu: (1) pandangan pendidikan seni berbasis anak, (2) pandangan pendidikan seni berbasis subjek (disiplin ilmu), dan (3) pandangan pendidikan seni berbasis kebutuhan masyarakat.
Dari sudut pandang kebutuhan anak, secara psikologis keunikan mata pelajaran pendidikan seni utamanya berkaitan dengan kontribusi seni terhadap kebermaknaan dan kebermanfaatan bagi kebutuhan perkembangan pebelajar, yakni terletak pada pemberian pengalaman estetik secara alamiah dalam bentuk kegiatan berekspresi diri secara kreatif dan berapresiasi (respon kreatif) sehingga dapat membantu mengembangkan keseluruhan potensi kepribadian utuh (holistik) pebelajar baik aspek pribadi, sosial, intelek, emosi, dan fisik.
3. Perkembangan Teori lainnya
Teori tentang pengalaman estetik, ekspresi, sensasi dan respon haptic, kemudian berkembang kepemikiran yang lebih luas oleh para ahli yang sama dan lainnya, pada dasarnya adalah dalam sudut pandang ilmu psikologi. Misalnya banyak teori lain yang muncul dari aspek psikologis seperti teori bakat, teori kepribadian, teori impuls estetik dan sebagainya.
Dikatakan oleh para ahli bahwa, pendidikan Seni sebagai aesthetic needs memiliki fungsi yang esensial dan unik, sehingga mata pelajaran ini tidak dapat digantikan dengan mata pelajaran lain. Berdasarkan berbagai kajian dan penelitian, baik secara filosofis, psikologis maupun sosiologis ditemukan bahwa pendidikan seni memiliki keunikan peran atau nilai strategis dalam pendidikan sesuai perubahan dan dinamika masyarakat, diantaranya adalah sebagai berikut ini:
- dapat membantu mengembangkan perasaan anak (Ross: 1990),
- dapat digunakan sebagai sarana terapi dan kesehatan mental (Margaret Numberg),
- dapat mengembangkan imajinasi, kreativitas dan kemampuan artistik serta intelektual (Kaufman),
- dapat membantu perkembangan kepribadian dan pembinaan estetik anak (Wickiser: 1974),
- dapat meningkatkan kemampuan apresiasi anak didik (Chapman)
i. Teori tentang Pengembangan Kreativitas (Creativity Development Theory)
Umumnya kreatifitas diartikn sebagai daya atau kemampuan untuk mencipta. Melalui kegiatan berolah seni kreatifitas atau daya cipta anak dapat dikembangkan. Berolah seni yang dimaksudkan adalah melakukan kegiatan pengenalan, eksperimen dalam berbagai bentuk jenis alat/bahan dan teknik mewujudkan/menampilkan karya seni, baik melalui rupa, gerak, nada suara atau kata.
Membangkitkan dan membebaskan anak untuk melakukan kegiatan berolah seni sesuai kemampuan dan minatnya serta memberi kesempatan kepada anak-anak untuk mencoba memecahkan masalah ketika berolah seni sehingga menghasilkan hal-hal baru dan unik baginya merupakan sarana yang baik dalam upaya membina dan mengembangkan kreatifitas.
Sebagimana dikatakan oleh tokoh-tokoh seperti Dewey, Read dan Ross, bahwa melalui pembelajaran seni dapat membantu meningkatkan daya kreatifitas anak. Kreativitas dan Aktivitas.
Terdapat banyak pengertian kreativitas yang terkenal di antaranya yang mendifiniskan kreativitas dalam empat dimensi yang dikenal dengan Four P’s of Creativity, yaitu
(1) kreativitas dari segi person (pribadi),
(2) kreativitas sebagai suatu process (proses)
(3) kreativitas sebagai press (pendorong), dan
(4) kreativitas dari segi product (hasil).
Kreativitas dari segi person mengacu pada potensi daya kreatif yang ada pada setiap pribadi. Kreativitas sebagai proses proses mengacu pada suatu bentuk pemikiran dimana individu berusaha menemukan hubungan-hubungan yang baru, mendapatkan jawaban, metode atau cara-cara baru dalam mengahadapi suatu masalah. Kreativitas sebagai press merupakan kreativitas yang datang dari dalam diri sendiri (internal) berupa hasrat dan motivasi yang kuat untuk berkreasi. Kreativitas dari segi produk yaitu segala sesuatu yang diciptakan oleh seseorang sebagai hasil dari keunikan pribadinya dalam berinteraksi dengan lingkungan (Satiadarma dan Waruwu, 2003).
Sekarang ada pendapat baru tentang 5 teori pokok kreativitas, tulisan Carol Rzadkiewicz tentang The Five Major Theories of Creativity, lihat di https://suite.io/carol-rzadkiewicz/2d7v20v, yang berpendapat bahwa teori pokok tentang kreativitas itu ada 5 yaitu:
1.The Psychoanalytical Theory of Creativity
2.The Mental Illness Theory of Creativity
3.Eysenck’s Theory of Psychoticism
4.The Addiction Theory of Creativity
5.The Humanistic Theory of Creativity
Kreativitas melahirkan aktivitas atau kreativitas ditunjukkan oleh adanya aktivitas. Orang yang mempunyai kreativitas tinggi biasanya menghasilkan berbagai aktivitas . Pembelajaran yang berbasis pada aktivitas (active learning) akan menuntut kreativitas berpikir lebih banyak daripada pembelajaran biasa.
j. Teori tentang Pengembangan Bakat
Secara umum orang berpendapat bahwa bakat anak dibawa sejak lahir, namun bakat anak ini sulit berkembang jika tidak dipupuk. Bakat anak dibidang seni dapat dipupuk melalui pembelajaran seni. Pendidikan seni yang memberikan kesempatan pada anak untuk mengenal dan menjelajah berbagai media seni, serta sikap/dukungan dan motivasi guru yang positif terhadap anak-anak untuk berpeluang memelihara dan mengembangkan bakatnya. Lihat juga teori Suzuki tentang pengembangan bakat [8]
bakat lihat teori Suzuki :
creator of the Suzuki Method of teaching the violin. Born in Nagoya, the son of
a violin maker, Suzuki studied the instrument in Japan and Germany. In 1946 he
launched his Talent Education Movement in Japan; the premise of the movement is
that all individuals possess talent which education can develop. Suzuki’s
method of teaching the violin, based on his observation of small children’s
rapid and natural acquisition of language skills, involves training children
from the age of two with miniature instruments—progressively increased in
size—without using written music, and encouraging parent participation. In 1950
he established his first school at Matsumoto in Nagano Prefecture, which soon
began to produce famous violinists. The success of his method led to its
adoption worldwide. He also published several books on education
k. Kecerdasan Visual: Persepsi Ruang
Menurut Gardner ada tujuh tipe kecerdasan manusia yaitu: (1) language, (2)music, (3)logic dan (4) mathematics, (5)
visual-spatial conceptualization, (6) bodily-kinesthetic, (7)bknowledge of
other person, dan knowledge of ourselves.
Namun telah banyak kritik terhadap teori
kecerdasan ganda ‘multiple intelligencenya’ Gardner ini. Para ahli berpendapat
bahwa Gardner hanya berdasarkan ide-idenya lebih pada penalaran dan intuisi
dari pada studi empiris. Mereka mencatat bahwa tidak ada tes yang tersedia
untuk mengidentifikasi atau mengukur kecerdasan tertentu dan bahwa teorinya
sebagian besar mengabaikan hasil penelitian yang menunjukkan kecenderungan
kemampuan yang berbeda untuk membuktikan korelasinya dengan faktor kecerdasan umum.
Selain itu, kritikus berpendapat bahwa beberapa kecerdasan Gardner diidentifikasi
— seperti kecerdasan musik dan kecerdasan kinestetik– harus dianggap hanya
sebagai bakat, karena hal ini biasanya tidak diperlukan untuk beradaptasi
dengan tuntutan hidup.
Melalui konsep kecerdasan ini, maka konsep ekspresi dalam pendidikan seni dapat bermasalah, karena emosi disamakan dengan kecerdasan, konsep-konsep penting dalam pendidikan seni seperti emosi, estetika, ekspresi dikaitkan dengan kecerdasan.
Teori Kecerdasan Ganda, selanjutnya dikemukan oleh Psikolog Amerika Robert
Sternberg, tahun 1983, dia
mengemukakan segitiga kecerdasan manusia
yaitu: analytic intelligence, creative intelligence, dan practical intelligence.
Ini bukan kecerdasan ganda seperti dalam teori
Gardner, tetapi bagian yang saling berhubungan dari satu sistem. Dengan
demikian, banyak psikolog menganggap teori Sternberg sebagai kompatibel dengan
teori kecerdasan umum, untuk melihat teori kecerdasan ini lihat tabel 1.1 di bawah ini.
Tabel
1.1 perkembangan teori kecerdasan (intelligence)

sumber: Microsoft ® Encarta ® 2009
4. Dilema Teori Seni: Antara Imitasi, Ekspresi dan Estetik Formalis
Sampai sekarang masih dibicarakan dilema-dilema dalam teori seni, untuk memudahkan lihat tabel di bawah ini (hanya beberapa contoh).
Dilema Imitasi dan Ekspresi
Seni sebagai ungkapan dunia nyata yang dilihat seniman, Seni sebagai temperamen dan eksistensi dunia luar, misalnya keindahannya. | Seni adalah sebagai cermin jiwa dunia dalam, pikiran dan perasaan manusia Dan diutarakan dalam simbol (S. K. Langer) | |
Menyembunyikan seni di balik tampilan karya seni | Apakah ekspresi perasaan batin seniman itu ada pada proses berkarya (proses kreasi), atau perasaan seniman itu ada pada produk yang dihasilkan? |
Dilema Teori Ekspresi dan Teori Estetik dalam Proses Penciptaan Seni
Dilema Penciptaan Karya Seni | Penciptaan sebuah karya seni adalah Penciptaan adalah reformasi dari bahan-bahan yang sudah ada sebelumnya | |
Ketika seseorang dikatakan mengekspresikan perasaan, apa yang secara khusus yang dia lakukan? | ||
(1) Bahwa penciptaan seni adalah (atau melibatkan) ekspresi diri (ungkapan ide); (2) yang lain mengatakan bahwa itu adalah ekspresi perasaan, kedua hal ini bersamaan, terpisah, atau hanya salah satu? | Mana yang dipilih ekspresi sebagai ide (konsep) atau ekspresi sebagai perasaan? | |
Terlalu mudah untuk mengatakan penciptaan adalah proses penciptaan artistik, padahal penciptaan adalah keperluan seniman mengekspresikan sesuatu Emosi manusia yang sebenarnya tidak selalu ada hubungannya dengan seni apalagi aspek artistik dalam seni | Apakah ekspresi emosi sama dengan ekspresi artistik? | |
Pembicaraan penciptaan teori ekspresi oleh ahli seni hanya tentang perasaan artis, sementara penciptaan terjadi dalam medium seni itu sendiri | Apakah ekspresi seni seniman ada pada Karya Seni ? |
Teori Formalisme
Mementingkan Persepsi Visual | Seni sebagai apa yang kelihatan dari apa yang nampak, apa yang tampak menjadi tujuan seni (warna, bentuk, tekstur dsb) | Apa yang tampak tidak menjadi tujuan seni (kata-kata, kalimat), tetapi dibalik kata-kata itu. | Seni sebagai suara tidak mewakili apa-apa kecuali suara itu sendiri |
Apa yang tampak adalah untuk dinikmati (tidak yang ada diluar itu) seni dinilai bukan dari maknanya | Apa yang tampak di interpretasikan, sebagai representasi, sebagai ekspresi, kata-kata (seni) sebagai kendaraan kebenaran atau pengetahuan atau perbaikan moral atau perbaikan sosial. Berlawanan dengan teori formalisme. | Apa yang terdengar adalah untuk dinikmati (tidak selalu perlu diinterpretasikan). Emosi ada pada diri pendengar, hal ini berlawanan dengan teori ekspresi | |
Perlawanan atau dukungan terhadap formalis? | Mengkonstruksikan makna visual dengan semiotika (Pierce, Saussure) | Dekonstruksi (Derrida), makna tumpangan dikeluarkan dari teks, makna dilihat hanya dari hubungan antar teks (dekonstruksi) | Menafsirkan makna melalui ekspresi kultural Lavi-Strauss
|
M. Pendidikan Seni dan Seni Rupa Indonesia?
Literatur tahun 70-80-an seperti konsep Postmoderen, dan teori Eisner tentang seni dan kepribadian (tahun 1990-2000-an) tentu sekarang sudah tidak sepenuhnya diakui dan dipraktikkan di Amerika pada awal abad ke 21 ini. Digantikan oleh pandangan dan teori-teori baru tentang fungsi pendidikan seni di sekolah.
Perubahan-perubahan itu secara garis besarnya adalah sebagai berikut.
1. Pola 1.Teori-teori tentang posmodrenisme juga mempengaruhi bidang pendidikan dengan pentingnya multikulturalisme dalam seni. Teori ini mendorong untuk mengintegrasikan seni dengan budaya dalam pendidikan seni. Namun demikian isu-isu multikulturalisme dalam seni ini hanya pada negara-negara bagian tertentu di Amerika yang menonjol dalam masalah ini, bukan untuk seluruh negara bagian.[9]
terhadap penafsiran estetika. Dalam pandangan ini, ahli teori berhadapan dengan
asumsi bahwa perihal indah (beauty)
menjadi pusat perhatian baik bagi seni maupun estetika. Para pemain estetik postmodern
berpandangan bahwa mereka lebih tertarik
pada pengalaman emosional seni daripada apa artinya estetika. Dalam arti kata, estetika
postmodern kembali ke akar permasalahan sensoris,
dan tidak tertarik pada pemahaman estetik sebagai filsafat sebagai presentasi estetik yang universal dan
artistik, namun berinvestasi kepada kedalaman pengalaman estetis dalam
pengalaman itu sendiri.
estetika yang diamati berada dalam pengakuan universal, dari sekian banyak
ekspresi tampilan manusia melalui lintas budaya. Dengan cara bawaannya, manusia
muncul untuk berbagi beberapa penilaian estetika pada tingkat primordial, atau
insting (Dutton, 2009). Demikian pula, hal-hal tertentu menyebabkan reaksi yang
sama melalui lintas budaya, seperti benda yang asing tidak mengenakkan atau sesuatu yang
menyenangkan, yang mendukung perspektif teori kesamaan manusia (Dissanayake,
2000). Sebagaimana lumrahnya segala sesuatu tentang manusia, akan ada
penyimpangan dari semua aturan, mengungkapkan bahwa banyak seni dan kehidupan
dinilai pada tingkat individu.
Paul Ford, What is Aesthetics? 2009
2. Pola 2. Pentingnya Seni untuk Industri dan Ekonomi
Seni untuk industri, atau seni kreatif berkembang di Eropah dan Amerika. Bermacam teori baru dalam pendidikan misalnya pentingnya pendidikan desain, menyebabkan “pendidikan seni yang klassik” sudah dianggap ketinggalan zaman. Pendidikan ini sekarang disebut dengan “pendidikan seni visual dan desain”. [10] Dan pentingnya “problem solving”2) dalam pendidikan seni visual dan desain. Konsep ini sekarang sangat berkembang di Amerika. Tujuannya adalah agar: Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah (problem solving), Komunikasi, Kolaborasi dan Kreativitas dan Inovasi, dapat menyatu dalam kurikulum seni . Hal ini juga dapat dilihat dari berbagai aktifitas berbagai kelompok seperti kelompok Art Of Problem Solving, Guggenheim, di Amerika.[11]
[9] “A Synthesis of Scholarship in Multicultural Education” http://www.ncrel.org/sdrs/areas/issues/educatrs/leadrshp/le0gay.htm
[10] Lihat di : 21st Century Skills Arts Map, National Art Education Association (NAEA),http://www.arteducators.org/research/21st-century-skills-arts-map
[11] Lihat artikel Katrin Oddleifson Robertson ,The Arts and Creative Problem Solving, http://www.pbs.org/parents/education/music-arts/the-arts-and-creative-problem-solving/
Lihat http://www.guggenheim.org/new-york/education/school-educator-programs/learning-through-art/research-studies/art-of-problem-solving
D. Teori untuk Sosiologi Seni
Perkembangan Masa Kini (sejak tahun 2012), mengikuti pola ke-2
Perkembangan terakhir pendidikan seni di Amerika, khususnya oleh NEA (National Endowment for the Arts, USA), dalam cara memandang seni dalam konteks sosial pada saat ini. Yaitu adanya perubahan dalam cara melihat seni yang lepas dari tradisi akademis yang klasik. Pada Kamis, September 20, 2012, para pemimpin seni muncul berkumpul di Universitas Amerika untuk berpartisipasi dalam forum publik NEA.untuk membicarakan ” How Art Works “. Forum ini dipakai untuk “mengeksplorasikan laporan NEA yang baru dirilis berjudul Bagaimana Peta Sistem Karya Seni: The National Endowment for the Arts’ Five-Year Research Agenda, with a System Map and Measurement Model”.Termasuk untuk menjelaskan tentang bagaimana Kerja Seni oleh NEA untuk keterlibatan warga yang mewakili berbagai membentuk pengalaman dan perspektif termasuk seniman dan non-seniman, akademisi, pembuat kebijakan, dan orang-orang bisnis untuk mengembangkan pandangan umum dari hubungan antara seni dan hasil individu dan masyarakat. Rangkaian pertukaran menghasilkan sistem peta seni dan dampaknya.
Catatan
National
Endowment for the Arts (NEA) adalah lembaga independen dari pemerintah federal
Amerika Serikat yang menawarkan dukungan dan pendanaan untuk proyek-proyek memamerkan
keunggulan artistik. (sumberWikipedia):

Untuk memperbesar gambar, klik kanan gambar, tampilkan di tab baru
Dalam presentasinya dapat dilihat peta yang sangat diantisipasi untuk pertama kalinya. Di tengah peta adalah (1) ciptaan seni (art works) dan (2) partisipan seni (pelaku seni), Dari tengah bercabang: (3) manfaat artis untuk individu, (4) kepentingan seni untuk masyarakat dan komunitas, (5) kapasitas masyarakat untuk berinovasi dan mengekspresikan ide-ide, (6) infrastruktur seni,(7) pendidikan dan training, dan akhirnya di bagian atas dan hampir dipisahkan adalah (8) dorongan manusia untuk menciptakan dan berekspresi .
Peta ini adalah representasi abstrak dari interaksi antara:
• Partisipasi Seni, termasuk partisipasi penciptaan seni;
• Seniman, karya seni, dan audiennya;
• Bagaimana partisipasi seni mempengaruhi kehidupan individu dan masyarakat; dan
• Bagaimana individu dan masyarakat berpengaruh kepada seniman dan karya mereka.
Kreasi Seni

Untuk memperbesar gambar, klik kanan gambar, tampilkan di tab baru
Apa yang dimaksud dengan kreasi seni telah diperluas dalam peta ini, bukan lagi seperti yang terdapat dalam pengertian seni yang klassik. Karya seni bisa muncul dari disiplin yang berbeda-beda. Treshold (ambang penerimaan) adalah energi minimal agar stimulus disadari audience, yang juga dibatasi oleh waktu (x time) yang mampu membangkitkan aktivitas neural. Hasil karya seni biasanya disebut hasil pengamatan atau “persepsi” seni. Mengamati sastra, bisa satu minggu sebab mesti dibaca semuanya dulu, mengamati lukisan bisa sekali lihat dalam beberapa menit. Menonton video bisa dua jam. Melihat bangunan (arsitektur) bisa berhari-hari atau hanya sekali lihat. = (x time). Ahli sejarah, bisa bertahun-tahun mempelajari artefak sejarah arsitektur, tetapi ini bukan kegiatan apresiasi seni, tetapi untuk penelitian dan penulisan sejarah seni.
Peta ini dapat dilihat secara sangat sederhana dan bisa juga dilihat sangat rumit. Secara sederhana, peta mengatakan bahwa dengan motivasi dan kesempatan, seseorang (artis) menyusun dan dapat mengekspresikan ide. Ide ini, dan memiliki pengaruh saat mencapai orang lain. Dampak ini dapat dilihat dalam diri individu yang terlibat dengan karya seni, dalam masyarakat, dan / atau dalam pertukaran ekonomi. Dampak ini mengalir ke masyarakat yang lebih besar, yang mempengaruhi kapasitas kreatif, serta sarana dan kemampuan untuk berekspresi.
Dampaknya juga mengalir kembali ke seniman, langsung dalam beberapa kasus (misalnya, artis menjual karya seni) dan secara tidak langsung melalui pendidikan, infrastruktur, dan kebutuhan umum berkreasi masyarakat dan kebebasan berekspresi. Jika lapisan digali lebih dalam maka dia dapat mengungkapkan kompleksitas. Misalnya, pertanyaan tentang siapa yang memiliki “hak” untuk menyatakan status karya seni seniman, apakah audiens, atau pihak ketiga, namun informasi ini tidak membutuhkn jawaban dalam peta sistem ini. Semua perspektif ini bisa jadi mungkin terjadi, namun tidak ada satu perspektif yang istimewa, maupun dalam memilih pengaruh satu efek perspektif yang diamati, dan pada tingkat apapun besarnya
Infrastruktur seni.
Unsur-unsur yang termasuk lembaga (infrastruktur ini adalah), (1) TKS (Tempat Kejadian Seni), (2) Organisasi Seni, (3) Sekolah Seni, (4) Dukungan dana dari volunter (Sukarelawan) seni, (5) Jaringan serikat dan asosiasi seni, (6) kebijakan publik , (7) dan unsur infrastuktur lainnya. Masing-masing unsur ini dapat diperluas atau di interpretasikan sesuai dengan kondisi setempat dari tempat dan atau komunitas dimana produksi dan peristiwa seni itu berlangsung
Partisipant Seni

Seni (Arts Participation). Yaitu siapa saja
yang bertindak (1) memproduksi, (2) menafsirkan, (3) mengkuratorial, dan
sebaliknya juga mendapatkan (4) mengalami seni. Partisipan Seni (arts
partisipant) adalah salah satu aspek penting dari pendorong hasil atau Kreasi
Seni (Arts Creation).
spent adalah waktu yang terpakai dalam (1)
pengalaman (pengamatan), (2) produksi, (3) interpretasi dan (4) kuratorial
seni. Misalnya mengamati arsitektur bisa sekilas, membaca buku novel bisa
seminggu, menikmati musik di mobil bisa, sepanjang jalan, menonton film bisa
dua jam.
Penciptaan Seni secara luas adalah seniman, dan
secara inklusif didefinisikan sebagai orang yang menyatakan dirinya, atau
dirinya sendiri dalam batas-batas serangkaian praktik seni yang diketahui, atau
yang muncul dan dipentingkan, dengan tujuan mengkomunikasikan karya seni kepada
orang lain. Seni, dalam sistem ini, dibuat oleh seseorang dengan maksud
tertentu.
Tentang perbedaan antara seni tinggi dan seni rendah tidak perlu lagi
“luas” dari definisi seni akan mengubah jumlah orang yang terlibat,
dan karena berapa banyak orang dapat dipengaruhi dan dampaknya, seberapa besar
(relatif terhadap total penduduk) yang terkait. Apakah konsep peta ini juga
meliputi penerbitan, radio, dan atau film, misalnya, sangat mempengaruhi berapa
banyak orang yang terlibat dengan seni dan, khususnya, seberapa banyak manfaat
ekonomi langsung yang timbul dari seni. Sebenarnya partisipasi adalah
suatu gejala masyarakat demokratis dimana orang diikutsertakan dalam
suatu perencanaan serta dalam pelaksanaan dan juga ikut memikul tanggung jawab
sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat kewajibannya. Di lingkungan
sekolah yang tidak demokratis partisipasi hanya oleh kelompok yang diinginkan
oleh orang yang berpengaruh (mis.pimpinan), yang tidak disukai disingkirkan.
Pendidikan dan Training Seni
Pendidikan dan Pelatihan mencakup spektrum (1) seni sebagai subjek pendidikan, melalui pendidikan formal dan informal, misalnya sekolah non-formal, kursus, magang, otodidak (belajar sendiri) dari internet seperti belajar ke sajian YouTube. (2) Spektrum kedua adalah sekolah non-seni yang menghasilkan seni. Sekolah non-seni seperti sekolah kriya, desain, arsitektur dan enginering bisa saja menghasilkan sesuatu produk yang bersifat artistik atau seni walaupun seni itu bukan tujuannya. Enginering dapat menjadi bagian dari kegiatan militer dan ekonomi, misalnya pembuatan pesawat tempur. Tetapi jangan dianggap/dikelirukan bahwa spektrum pendidikan non-seni adalah wilayah terapan ilmu seni. Masing-masingnya memiliki kegiatan, sistem instruksi dan disiplin berbeda-beda. Demikian juga dalam hal evaluasi dengan sistem instruksi dan disiplin berbeda pula.Kerajinan atau musik tradisi misalnya, memiliki kegiatan dan sistem evaluasi tersendiri.
Salah satu risiko pemetaan sistem ini adalah kecenderungan untuk mencoba untuk mengakomodasi segala sesuatunya ke dalam peta. Untuk membatasi risiko ini dalam konteks Bagaimana Karya Seni, telah diasumsikan bahwa sebuah karya seni adalah tindakan ekspresi kreatif yang dilakukan dalam batas-batas serangkaian praktik yang diketahui atau muncul dan didahulukan dengan tujuan untuk mengkomunikasikan karya kepada orang lain (misalnya, kinerja simfoni, proyek karya akhir seni seorang remaja, dan sebuah praktek merenda seorang nenek). Dalam hal ini, kita dapat tertarik secara khusus dalam hal dampak seni pada individu dan masyarakat. Dalam definisi ini ditetapkan bahwa setidaknya ada satu orang pelaku (dapat juga sekelompok orang), selain artis yang diperlukan untuk terlibat dengan pekerjaan seni.
Melihat uraian di atas,yang jadi pertanyaan adalah bagaimana menampung persepsi baru “peta karya seni” ini pada pendidikan umum.Dan materi apa yang cocok untuk masuk ke dalam sistem peta ini. Maka dapat diprediksi bahwa pendidikan seni dan desain di Indonesia mungkin tertinggal. Timbul pertanyaan: Apakah melalui pelajaran (1) “Prakarya” dan (2) “Seni Budaya” (dalam kurikulum seni budaya 2013 di sekolah umum dan khusus di Indonesia) merupakan dasar pengetahuan seni, desain dan budaya, untuk memahami fungsi seni, desain dan budaya manusia yang diperlukan di abad ke-21?Apakah ada elemen-elemen komunikasi, Kolaborasi, Kreativitas dan Inovasi dalam pembelajaran ini ? Atau paling tidak mendekati teori yang relevan dengan kebutuhan pendidikan seni di abad ke-21.
Untuk melihat secara menyeluruh, maka diperlihatkan beberapa para pemikir, penulis dan praktisi seni yang mempengaruhi konsep pendidikan seni seperti tabel 1.2 di bawah ini. Teori Kependidikan sangat banyak, jadi dibatasi hanya pada pemikir tertentu.
Tabel 1.2 “Time Line” Beberapan Para Pemikir, Penulis yang
Mempengaruhi Konsep/ Teori Pendidikan
Seni.
Karya Buku / Tulisan dan Esai berpengaruh | ||||
John Amos Comenius atau Komensky (1592-1670) | The Great Didactic (1628-1632; translated 1896, 1931). | Bapak Pendidikan modern dari Cekoslovakia | ||
Teori individu sebagai papan tulis kosong (blank slate theory) | Locke’s Essay Concerning Human Understanding (1690) | Filsuf Inggris penemu sekolah empirisme | ||
Jean Jacques Rousseau (1712-1778) | Beliau adalah Penulis buku :Discours sur les ilmu et les arts (Wacana tentang Ilmu dan Seni, 1750), The New Heloise (1761), The Social Contract (1762; trans. 1797) | Bapak abad pencerahan (abad ke 18) Filsuf Perancis, teoritikus sosial dan politik, musisi, ahli botani, | ||
Alexander Gottlieb Baumgarten (1714-1762), | Baumgarten, adalah filsuf modern pertama yang mempertanyakan keindahan secara sistematis, Beliau yang memperkenalkan istilah estetika dan mendefinisikan pengalaman keindahan sebagai pengakuan sensorik atas kesempurnaan. | Tahun 1750-58 dia mengemukakan dua volume karangan tentang Esthetics.Beliau adalah Penulis buku :Ethics (1740), Natural Law (1765), dan General Philosophy (1770). | Dia adalah filsuf Jerman, lahir di Berlin. Ia belajar dengan filsuf Jerman dan ahli matematika Baron Christian von Wolff di Universitas Halle dan awalnya dipengaruhi oleh karya filsuf Jerman lainnya, Baron Gottfried Wilhelm Leibniz. | |
Johann Heinrich Pestalozzi (1746-1827) | Teori Pembaharuan Sosial melalui pendidikan, dia dipengaruhi oleh Rousseau | The Evening Hours of a Hermit (1781), Leonard and Gertrude (4 volumes, 1781-1785), | Perintis pendidikan anak usia dini dari Swiss | |
Horace Mann (1796–1859) | “Secular nature”, sekolah persiapan untuk kerja. | A Few Thoughts for a Young Man (Boston, 1850) online Slavery: Letters and Speeches (1851) Powers and Duties of Woman (1853) Life and Complete Works of Horace Mann (2 vols., Cambridge, 1869) Thoughts selected from the Writings of Horace Mann (1869) online The Case for Public Schools Mann, Horace. The Life and Works of Horace Mann, with introduction by his second wife, Mary Peabody Mann. online | Horace Mann Sekolah (juga dikenal sebagai Horace Mann atau HM) adalah perguruan tinggi sekolah persiapan independen di New York City, yang didirikan pada tahun 1887. | |
Georg Kerschensteiner (1854-1932), | Kerschensteiner pelopor pemikiran “learning by doing,” dan ia merancang sekolah untuk mempresentasikan etika ini sebagai komponen penting dari pendidikan yang baik dan utuh. Pengaruh pemikiran ini terasa sampai sekarang kepada sistem pendiidikan di Jerman yang mengharuskan mahasiswa belajar dalam dua sisi: (1) kuliah dan (2) praktik , yang dilakukan bertahap dalam semesteran. Tidak seperti di Indonesia yang praktiknya hanya di akhir masa studi dan tugas akhir secara komprehensif | Theorie der Bildungsorganisation (Theory of Educational Organization, 1933). | Teoritikus Pendidikan Jerman, pelopor pendidikan vocasional | |
Sigmund Freud (1856-1939) | Psychopathology, studi dan pengobatan gangguan pikiran | (1)“The Psychopathology of Everyday Life”, (1904); (2)“ The Interpretation of Dreams” (1900) | Dokter Austria, ahli saraf, dan pendiri psikoanalisis, yang menciptakan pendekatan yang sama sekali baru untuk memahami kepribadian manusia | |
Teori pengalaman estetika | Psychology (1887), The School and Society (1899), Democracy and Education (1916), Reconstruction in Philosophy (1920), Human Nature and Conduct (1922), The Quest for Certainty (1929), Art as Experience (1934), Logic: The Theory of Inquiry (1938), | Filsuf Amerika, psikolog, dan pendidik | ||
Carl Gustaf Jung (1875-1961), | Teori alam bawah sadar (Unconscious) | Psychology of the Unconscious (1912; trans. 1916) | Psikiater Swiss, yang mendirikan sekolah psikologi analitis i. Jung memperluas pendekatan psikoanalisis Sigmund Freud, menafsirkan gangguan mental dan emosional sebagai upaya untuk menemukan keutuhan pribadi dan spiritual | |
Bell adalah salah satu pendukung paling menonjol dari teori formalisme dalam estetika. |
French Painting (1931)
dan sangat dipengaruhi oleh pemikir proto-ekstensialis Max Stirner.
Romantic Poetry (1953). His important
critical works include Form in
Modern Poetry (1932) and The
Philosophy of Modern Art (1952). In Education Through Art (1943),
dan kritikus, terutama sastra dan patung
principal work, Philosophy in a New
Key: A Study of the Symbolism of Reason, Rite and Art (1942), Feeling and
Form (1953) and Mind: An Essay on Human Feeling (2 volumes, 1967-72).
yang menulis secara ekstensif estetika dan filsafat bahasa dan analitik
terkemuka dari teori constructivist pengetahuan
(1926), Judgment and Reasoning in the Child (1928), The Origin of Intelligence in Children (1954), The Early Growth
of Logic in the Child (1964), and Science of Education and the Psychology of
the Child (1970).
terkenal karena karya rintisannya pada pengembangan kecerdasan pada
anak-anak. Studinya memiliki dampak besar pada bidang psikologi dan
pendidikan.
Negro Sculpture. New York: Harcourt, Brace & Company, 1926; Scientific Method in Æsthetics. New
York: W.W. Norton & Company, 1928; The
Arts and their Interrelations. New York: Liberal Arts Press, 1949; Art Education: Its Philosophy and
Psychology; Selected Essays. New York: Liberal Arts Press, 1956; and Read, Herbert. The Creative Arts in
American Education: The Interrelation of the Arts in Secondary Education.
Cambridge: Harvard University Press, 1960; Evolution in the Arts, and Other Theories of Culture History.
Cleveland: Cleveland Museum of Art, and H. N. Abrams, 1963;Oriental Aesthetics. Cleveland: Press
of Western Reserve University, 1965; Form
and Style in the Arts: an Introduction to Aesthetic Morphology.
Cleveland: Press of Case Western Reserve University, 1970
Amerika dan profesor sejarah seni di Western Reserve University
terkenal dengan teori Visual-Haptic
dalam Pendidikan Seni yang
diasimilasikan dari sumber Wina. Dia selalu menganggap pengajaran yang baik
sebagai sebuah dialogis.
Your Child and his Art (1947).
Lowenfeld (1903-1960) adalah seorang profesor kelahiran Austria, pengajar
seni di Pennsylvania State University, AS.
bagian tertentu dari behaviorisme “Radikal” Behaviorisme.
important works are Behavior of
Organisms (1938), Walden Two
(1948), and The Technology of Teaching
(1968). In Beyond Freedom and Dignity
(1971), Skinner advocated mass conditioning as a means of social control.
Later works include Particulars of My
Life (1976) and Reflections on
Behaviorism and Society (1978).
psychologist, behaviorist, author, inventor, and social philosopher.
Nelson Goodman, (1906-1998)
Harvard UP, 1955. 2nd ed. Indianapolis: Bobbs-Merrill, 1965. 3rd. ed.
Indianapolis: Bobbs-Merrill, 1973. 4th ed. Cambridge, MA: Harvard UP, 1983.
Psychology of Being (1962) and Farther Reaches of Human Nature
(1971)
Amerika dan eksponen terkemuka psikologi humanistik.
aeorang penulis untuk Encyclopedia of the Arts dia bertindak sebagai editor
kontribusi pada tahun 1946, Karena kurangnya buku teks yang baik pada seni
modern serta minatnya dalam pendidikan seni,
oleh Henry Holt and
Co.
an American seorang seniman Amerika
W. Eisner ( 1933 -2014)
membuat kontribusi yang signifikan terhadap apresiasi kita terhadap proses
pendidikan. Ia terutama dikenal karena karyanya dalam pendidikan seni, studi
kurikulum, dan evaluasi pendidikan.
Imagination (1979, 1985, 1994) – an exploration of the design and
evaluation of curriculum programmes); The
Art of Educational Evaluation (1985) – a collection of essays covering
key aspects of his earlier work; Cognition and Curriculum (1994) – an
examination of the mind and representation); and The Enlightened Eye (1991,
1998) – the extension of his thinking to qualitative research into
education). He also made an important contribution to the school reform
debate in North America especially through his book, The Kind of Schools We Need (1998).
Pendidikan dan Seni di Universitas Stanford. Secara luas dianggap sebagai teoritikus terkemuka pendidikan
seni dan estetika di Amerika Serikat, ia telah memenangkan pengakuan luas
untuk karyanya baik dan luar negeri. Presiden National Art Education
Associaition, Masyarakat Internasional untuk Pendidikan Melalui Seni
multiple intelligences
psikologi Amerika
pengajarannya fokus pada persimpangan
kurikulum dan teori feminis,
konstruksi subjektivitas guru dalam reformasi kolaboratif sekolah dan upaya
penelitian, dan biografi dan otobiografi sebagai bentuk postmodern penyelidikan kualitatif.
education in-the-making. English Education, 33, 34-50.
(2000). What’s left in the field …. A curriculum memoir. Journal of
Curriculum Studies, 32, 253-266.
(1999). Putting cultural studies to use: “Translating the
curriculum.” Journal of Curriculum Studies, 31, 107-110.
Profesor Pendidikan Bahasa Inggris dan Koordinator Program Program Pendidikan
Bahasa Inggris / Pengajaran bahasa Inggris di Departemen Seni dan Humaniora
di Teachers College, Columbia University.
Theory, In 1998 he founded the Integral Institute.
dan pembicara publik, Ia telah menulis dan berceramah tentang mistisisme,
filsafat, ekologi, dan psikologi perkembangan
yang membentang lebih dari 50 tahun, Feldman adalah penulis sejumlah buku,
bab buku dan artikel profesional, termasuk Becoming Human Through Art:
Aesthetic Experience in the School, The Artist, Thinking About Art, Varieties
of Visual Experience and Practical Art Criticism. Selain itu, banyak sekolah,
universitas dan museum menggunakan metode Kritik Aesthetic Feldman untuk
melihat seni.
Distinguished Profesor Art, Emeritus, di University of Georgia. Ia menerima
gelar sarjana dari Syracuse University, gelar master dari UCLA dan doktor
dari Universitas Columbia. Ia bergabung dengan departemen seni di Georgia
pada tahun 1966.
Catatan: Tidak semua pemikir seni dikemukakan dalam tabel di atas, hanya beberapa yang dianggap penting dan banyak dibicarakan di Indonesia.
Beberapa Teori terbaru tentang Seni dan Sosiologi Seni
Uraian teori seni terbaru ini lebih lengkap ada buku Pengantar Sosiologi Seni (2013), himpunan karangan Nasbahry Couto dan Indrayuda, Padang: UNP, Press

Seni adalah kegiatan kolektif yang memerlukan kerja sama dari sejumlah orang dan berbagai kegiatan. Dunia Seni menurut Becker adalah dunia bagi seluruh individu, Dunia Seni adalah segala hal yang berkontribusi (memberikan sumbangan) pada penciptaan seni.
Karya Buku / Tulisan dan Esai berpengaruh:
Buku karangannya banyak tetapi yang terpenting untuk seni adalah
Art Worlds. (Berkeley: University of California Press, 1982). ISBN 978-0-520-25636-1
Reputasi: Howard Saul Becker (lahir April 18, 1928) adalah seorang sosiolog Amerika yang telah membuat kontribusi besar untuk sosiologi deviance, sosiologi seni, dan sosiologi musik.
Dalam
arena produksi kultural terdapat tiga produksi yang diproduksi, yaitu 1) objek
material (lukisan/sastra dengan segala kualitas terindranya), 2)
pencipta/Kreator (dengan segala latar historis serta arena
kulturalnya sendiri), dan nilai-nilai legitimasi yang ada di dalam (dan di
regangan) objek akibat status penciptanya dan kekuatan luar. 3) Kekuatan
luar yang di maksudkan ialah kritikus/kurator sebagai pengkaji;
institusi pedagogis sebagai peletak hukum-hukum; lembaga-lembaga seni
sebagai wadah (kawan sekaligus lawan) bagi para seniman; dan museum
sebagai wadah legitimasi objek, yang kesemuanya memiliki kemampuan legitimasi di arena seni (dan arena kekuasaan
secara tidak langsung).

Karya Buku / Tulisan dan Esai berpengaruh: La Distinction (1979; Distinction, 1984), Le Sens pratique(1980; The Logic of Practice, 1990), La Noblesse d’état (1989; The State Nobility, 1996), and Sur la télévision (1996; On Television, 1998) Ia dikenal sebagai seorang intelektual publik yang lahir dari pengaruh pemikiran Emile Zola dan Jean-Paul Sartre. Konsep-konsep yang ia kembangkan sangat berpengaruh di dalam analisis-analisis sosial atau filsafat di abad 21.
3. Denis Laurence Dutton (1944 – 2010), Teori yang dikemukakannya: Teori evolusi naluri manusia dalam seni.

Evolusi naluri seni melalui pancaindra. panca indra sebagai alat persepsi, ekspresi, komunikasi yang utama dalam hidup,yang berkembang hanya mata dan telinga (seni musik dan rupa/visual) sebagai alat ekspresi seni. Premis Dutton) berdasar teori evolusi. Teori warisan budaya dan pemeliharaan budaya menurut Dutton hal itu bersifat politis dan jelas bertentangan atau tidak relevan dengan teori ini Dutton. Teori Dutton ini, lebih bernada universal, sebab menerobos batas-batas budaya. Misalnya, kenapa manusia mengembangkan sensasi rasa takut kepada ular dari pada kepada kelinci?
Catatan penulis: siapa yang dapat menjamin, bahwa seseorang dapat mengembangkan naluri seni secara evolusi terhadap musik klassik Eropa ketimbang seni budaya jawa, atau lagu dangdut?
Karya Buku / Tulisan dan Esai berpengaruh:
Denis Laurence Dutton (1974). Art and anthropology: aspects of criticism and the social studies. University of California, Santa Barbara.
Denis Dutton (1983). The Forger’s art: forgery and the philosophy of art. University of California Press. ISBN 0-520-04341-3.
Denis Dutton, Michael Krausz (1985). The Concept of creativity in science and art. M. Nijhoff. ISBN 90-247-3127-5.
Denis Dutton (2003). Jerrold Levinson. ed. “Authenticity in Art”. The Oxford Handbook of Aesthetics (Oxford University Press).
Charles A. Murray, Denis Dutton, Claire Fox (2008). In Praise of Elitism. Centre for Independent Studies, The. ISBN 1-86432-166-0.
Denis Dutton (2009). The art instinct: beauty, pleasure, & human evolu-tion. Oxford University Press US. ISBN 0-19-953942-1.
Michael Krausz, Denis Dutton, Karen Bardsley (2009). The idea of creativity. BRILL. ISBN 90-04-17444-3.
Reputasi: Dutton adalah seorang profesor filsafat seni di Universitas Canterbury di Selandia Baru, dan pendiri dan editor dari situs Web Arts & Letter Daily. Gagasannya diawali dari konsepnya tentang evolusi psikologi sejak 1990-an. Bahwa beberapa perilaku manusia sejak zaman batu secara psikologis dan genetik dapat memperlihatkan adanya instink ini.
4. Ellen Dissanayake, Teori yang dikemukakannya: “Art as making special”

Helen Dissanayake, Sumber: http://www.washington.edu/alumni/columns/march09/art.html


Intisari dari perilaku seni secara sosiologis adalah saat manusia membuat sesuatu dari hal yang biasa, menjadi luar biasa artinya seni adalah sesuatu yang dibuat khusus (“Art as making special”).Munculnya “Tari piring”, gerak menyajikan makan pada rumah makan Padang, adalah hal kejadian biasa, gerak menyajikan makan kemudian diciptakan khusus, dilihat secara khusus = ditampilkan di atas pentas = seni? Sebuah kegiatan khusus yang akhirnya menciptakan seni karena di “pentas” kan atau disajikan sekhusus. (http:/ /melancongminang.blogspot.com /2010/03/ manatiang-piriang.html)
Karya Buku / Tulisan dan Esai berpengaruh:
What is Art For? (1988)
Homo Aestheticus (1992)
Art and Intimacy: How the Arts Began (2000)
Reputasi:
Nama lahir Dissanayake adalah Ellen Franzen; dia lahir di Illinois dan dibesarkan di Walla Walla, Washington, ia menerima gelar BA gelar dari Washington State University pada tahun 1957 Dia tinggal di Seattle, dan berafiliasi dengan University of Washington. Dia telah mengajar di Sekolah Baru untuk Penelitian Sosial di New York City, University of Edinburgh di Skotlandia, Sarah Lawrence College, Sekolah Seni Nasional di Papua Nugini, dan Universitas Peradeniya di Sri Lanka. Pada tahun 1997 ia adalah seorang profesor tamu di Ball State University di Indiana, dan tahun berikutnya mengajar di University of Alberta di Edmonton, Kanada.
5. Bruno Latour, (1947—), Teori yang dikemukakannya: Actor Network Theory
